Minggu, 18 Mei 2014

Asuhan Keperawatan Anak dengan Kwashiorkor



 
BAB 1. PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Kwarsiorkor merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Kwarsiorkor disebabkan karena defisiensi makronutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi permasalahan pada status gizi dari defisiensi makronutrient kwarsiorkorada defisiensi mikronutrient, tetapi beberapa daerah di indonesia prevalensi kwarsiorkormasih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi kwarsiorkor. Kwashiorkor atau yang biasa disebut busung lapar adalah sindrom klnis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak yang secara tetap bergizi baik.
Penyakit akibat kwarsiorkor ini dikenal dengan kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya kwarsiorkor adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, kwarsiorkor timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari kwarsiorkor di beberapa daerah di Indonsia kwarsiorkor pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau ho (honger oedeem). Oleh karena itu, penting bagi perawat untuk mempelajari penyakit kwashiorkor pada anak.



1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana pengertian kwarshiorkor?
1.2.2        Bagaimana epidemiologi kwarshiorkor?
1.2.3        Bagaimana klasifikasi kwarshiorkor?
1.2.4        Bagaimana etiologi kwarshiorkor?
1.2.5        Bagaimana tanda dan gejala kwarshiorkor?
1.2.6        Bagaimana manifestasi klinis kwarshiorkor?
1.2.7        Bagaimana patofisiologi kwarshiorkor?
1.2.8        Bagaimana komplikasi dan prognosis kwarshiorkor?
1.2.9        Bagaimana pemeriksaan penunjang kwarshiorkor?
1.2.10    Bagaimana penatalaksanaan kwarshiorkor?
1.2.11    Bagaimana pencegahan kwarshiorkor?
1.2.12    Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan kwarshiorkor?


1.3  Tujuan dan Manfaat
Dari rumusan masalah yang telah disebutkan, penulis kembali menetapkan tujuan dan manfaat penulisan makalah ini di antaranya:
1.3.1        Untuk mengetahui pengertian kwarshiorkor.
1.3.2        Untuk mengetahui epidemiologi kwarshiorkor.
1.3.3        Untuk mengetahui klasifikasi kwarshiorkor.
1.3.4        Untuk mengetahui etiologi kwarshiorkor.
1.3.5        Untuk mengetahui tanda dan gejala kwarshiorkor.
1.3.6        Untuk mengetahui manifestasi klinis kwarshiorkor.
1.3.7        Untuk mengetahui patofisiologi kwarshiorkor.
1.3.8        Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis kwarshiorkor.
1.3.9        Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kwarshiorkor.
1.3.10    Untuk mengetahui penatalaksanaan kwarshiorkor.
1.3.11    Untuk mengetahui pencegahan kwarshiorkor.
1.3.12    Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan kwarshiorkor.

1.4  Implikasi Keperawatan
Manfaat dalam keperawatan adalah dengan adanya makalah ini di harapkan perawat akan memahami mengenai pengertian, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, tanda dan gejala, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi dan prognosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, pencegahan, serta asuhan keperawatan terhadap anak dengan kwarshiorkor agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap tindakan yang akan di lakukan oleh perawat terhadap klien.




 
BAB 2. PEMBAHASAN


2.1   Pengertian Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah sindrom klnis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak yang secara tetap bergizi baik (Behrman et all, 2000). Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein (Ratna Indrawati, 1994). Kwashiorkor juga disebut sebagai defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita) (Ngastiyah, 1997). Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP).
Kwashiorkor atau biasa lebih dikenal “busung lapar", pertama kali diperkenalkan oleh Dr Cecile Williams pada tahun 1933 ketika ia berada di Gold Coast, Afrika. Saat itu, Dr Cecile Williams banyak menemui anak-anak mengalami gejala busung lapar atau kwashiorkor. Istilah kwashiorkor berasal dari bahasa setempat yang artinya “penyakit anak pertama yang timbul begitu anak kedua muncul". Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat akibat mengkonsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Defisiensi protein sangat parah meskipun konsumsi energi atau kalori tubuh mencukupi kebutuhan.


2.2   Epidemiologi
Kwashiorkor paling sering terjadi di negara yang belum berkembang atau masih dalam garis kemiskinan. Negara-negara yang paling sering terdeteksi penyakit ini adalah negara-negara di benua Afrika. Kwashiorkor cenderung terjadi di negara-negara dimana serat dan makanan digunakan untuk menyapih bayi (misalnya umbi jalar, singkong, beras, kentang dan pisang) sedikit mengandung protein dan sangat banyak mengandung zat tepung, misalnya di pedesaan Afrika, kepulauan Karibia, kepulauan Pasifik, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Masyarakat yang berpenghasilan rendah jarang mengkonsumsi protein yang bermutu baik terutama pada bahan makanan yang berasal dari hewan seperti protein, susu, keju, telur, daging, dan ikan karena harganya yang mahal.
Biasanya, kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan sampai tiga tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu berlangsung masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan.
  
2.3   Klasifikasi
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut.
a.    Berat badan 60-80% standar tanpa edema                        : gizi kurang (MEP ringan).
b.    Berat badan 60-80% standar dengan edema         : kwashiorkor (MEP berat).
c.    Berat badan <60% standar tanpa edema               : marasmus (MEP berat).
d.   Berat badan <60% standar dengan edema                        : marasmik kwashiorkor
 (MEP berat)

2.4   Etiologi
Kwashiorkor terjadi karena adanya defisiensi protein pada anak karena kandungan karbohidrat makanan tersebut tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah. Faktor yang paling mungkin adalah menyusui, ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Selain makanan yang tidak mengandung protein, penyakit kwashiorkor juga dapat ditimbulkan karena gangguan penyerapan protein, misalnya pada keadaan diare kronik, kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar, serta kegagalan melakukan sintesis protein pada penyakit hati yang kronis. Kompartemen protein visceral akan mengalami deplesi yang lebih parah pada kwashiorkor. Kehilangan kompartemen protein visceral yang nyata pada kwashiorkor akan menimbulkan hipoalbuminemia sehingga terjadi edema yang menyeluruh atau edema dependen.
Faktor yang dapat menyebabkan inadekuatnya intake protein antara lain sebagai berikut.
a.    Pola makan
Protein (asam amino) sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nurisi anak akan berperan penting terhadap terjadinya Kwashiorkor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b.    Faktor sosial
Negara dengan tingkat penduduk tinggi, keadaan sosial dan politik yang tidak stabil, atau adanya pantangan untuk makan makanan tertentu dapat menyebabkan terjadinya Kwashiorkor.
c.    Faktor ekonomi
Penghasilan yang rendah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak yang tidak terpenuhi.
d.   Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi dan MEP saling berhubungan. Infeksi dapat memperburuk keadaan gizi. MEP akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Misalnya, gangguan penyerapan protein karena diare.


2.5    Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang terjadi pada anak dengan Kwashiorkor antara lain sebagai berikut.
a.    Edema, umunya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki (dorsum pedis).
b.    Wajah membulat dan sembab.
c.    Pandangan mata sayu.
d.   Rambut tipis kemerahan seperti warna jagung, mudah di cabut tanpa rasa sakit dan rontok. Anak yang rambutnya keriting dapat menjadi lurus.
e.    Perubahan status mental, apatis, dan rewel.
f.     Tidak nafsu makan.
g.    Pembesaran Hati.
h.    Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau duduk.
i.      Warna kulit pucat.
j.      Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).
k.    Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut; anemia; dan diare.


2.6   Manifestasi Klinis
Pada awalnya, bukti klinik awal malutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis, atau iritabilitas. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamina, kehilangan jaringan muskuler, bertambahnya kerentanan terhadap infeksi, dan udem. Salah satu manifestasi yang paling serius dan konstan adalah imunodefisiensi sekunder. Misalnya, campak dapat memburuk dan mematikan pada anak malnutrisi. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan, dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat serta sering terjadi infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi di awal, penurunan berat badan yang dapa dilihat pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, angka filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Manifestasi klinis yang lain adalah dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasitetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Penyebaran rambut jarang dan tipis serta kehilangan sifat elastisitasnya. Pada anakyang berambut hitam, dispigmentasi menyebabkan warna merah atau abu-abu seperti coretan pada rambut (hipokromtrichia). Rambur menjadi kasar pada fase kronik. Anak juga mengalami anoreksi, muntah, dan diare terus menerus. Otot menadi lemah, tipis dan atrofi, tetapi kadang-kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental tertama iritabilitas dan apati sering terjadi.
Perubahan-perubahan pada kwashiorkor sebagai berikut.
a.    Wujud umum: secara umum, penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita seperti moon face akibat terjadinya edema.
b.    Retardasi pertumbuhan: gejala yang paling penting adalah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
c.    Perubahan mental: biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan, dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun dan anak menjadi pasif.
d.   Edema: sebagian besar anak dengan Kwashiorkor ditemukan edema, baik ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
e.    Kelainan rambut: perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture) maupun warnanya. Rambut kepala mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
f.     Kelainan kulit: kulit biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar penderita ditemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan, terutama bila tekanan terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, pantat, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan menjadi hitam. Pada suatu saat, bercak-bercak ini akan mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi.
g.    Kelainan gigi dan tulang: pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
h.    Kelainan hati: pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropic.
i.      Kelainan darah dan sumsum tulang: anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis dan amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti ferum dan vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh, akibatnya terjadi defek umunitas seluler dan gangguan sistem komplimen.
j.      Kelainan pankreas dan kelenjar lain: di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva, dan usus halus terjadi perlemakan.
k.    Kelainan jantung: bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan hipmagnesemia.
l.      Kelainan gastrointestinal: terjadi anoreksia sampai semua pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena tiga masalah utama, yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus.


2.7   Patofisiologi
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainanan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edema dan lemak dalam hati. Kekurangan protein dalam diet akan terjadi karena kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme yang akan disalurkan ke jaringan otot. Semakin asam amino berkurang dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edema. Lemak dalam hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein sehingga transport lemak dari hati terganggu dan berakibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.


2.8  Komplikasi dan Prognosis
Kwashiorkor yang tidak cepat diatasi akan mengakibatkan marasmus bahkan marasmus-kwashiorkor. Anak akan mudah terserang infeksi, seperti diare, ISPA (infeksi saluran pernapasan atas), TBC, polio, dan lain-lain. Lebih dari 40% anak-anak yang menderita Kwashiorkor meninggal karena gangguan elektrolit, infeksi, hipotermia, dan kegagalan jantung. Keterbelakangan mental yang bersifat ringan bisa menetap sampai anak mencapai usia sekolah dan mungkin lebih. Anak dengan Kwashiorkor dapat terjadi penurunan IQ secara permanen. Diperlukan waktu sekitar 2-3 bulan agar berat badan anak kembali ke berat badan ideal. Komplikasi jangka pendek yang akan terjadi bagi penderita kwashiorkor adalah diare, hipoglikemia, anemia, hipokalemia, shock, hipotermi, dehidrasi, gangguan fungsi vital, gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa, infeksi berat, serta hambatan penyembuhan penyakit penyerta. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah tubuh pendek dan berkurangnya potensi tumbuh kembang.


2.9   Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada anak dengan Kwashiorkor antara lain sebagai berikut.
a.    Pemeriksaan laboratorium: 1) penurunan kadar albumin serum merupakan perubahan yang paling khas. Pada stadium awal kekurangan makan sering terdapat ketonuria tetapi sering menghilang pada stadium akhir; 2) glukosa dalam darah rendah; 3) ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan kreatinin dapat turun; 4) asam amino esensial plasma turun terhadap angka asam amino non esensial dan dapat menambah aminoasiduria; 5) defisiensi kalium dan magnesium; 6) kadar kolesterol serum rendah; 7) angka amilase, esterase, kolinesterase, transaminase, lipase, dan alkalin fosfatase serum turun; 8) penurunan aktivitas enzim pankreas dan sanhin oksidase; 9) pertumbuhan tulang biasanya lambat; serta 10) sekresi hormon pertumbuhan mungkin bertambah.
b.    Pemeriksaan air kemih menunjukkan peningkatan ekskresi hidroksiprolin dan adanya amino asidulia.
c.    Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati mengandung vakuol lemak yang besar.
d.   Pemeriksaan autopsi penderita kwashiorkor menunjukkan kelainan pada hampir semua organ tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi vilus usus, atrofi sistem limfoid, dan atrofi kelenjar timus.


2.10 Penatalaksanaan
            Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan bergizi secara bertahap. Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan. Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa kembali. Jika anak sudah agak besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian makanan lunak (bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat biasa. Dalam melaksanakan hal ini selalu diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit yang diderita. Bila keadaan kesehatan dan gizi sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan imunisasi. Makanan yang dihidangkan diet tinggi kalori, protein, cairan, vitamin, dan mineral. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit.



2.11 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah anak terkena Kwashiorkor adalah mencukupi kebutuhan protein yang lengkap dengan mengkonsumsi sumber protein yang dikombinasikan antara sumber protein hewani dan sumber protein nabati sehingga saling melengkapi jumlah protein yang harus dikonsumsi bayi setiap hari. Hal ini bergantung pada umur, berat badan, jenis kelamin, mutu protein yang dikonsumsi, serta keadaan tertentu, misalnya sedang sakit atau baru sembuh dari sakit, yang mengharuskan anak untuk mengkonsumsi protein dalam jumlah yang lebih besar. Umumnya tingkat kebutuhan protein anak dalam keadaan sehat normal membutuhkan sekitar 40-60 gram protein tiap hari. Ada pula ahli yang menyebutkan konsumsi protein 1 gr/kgBB perhari. Anak diterapkan diet yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup lemak, dan protein untuk mencegah terjadinya kwashiorkor. Untuk mendapatkan sumber protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein hewan seperti susu, keju, daging, telur dan ikan dan protein nabati seperti kacang hijau dan kacang kedelei.



 
BAB 3. PATHWAY








 




 


BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN


4.1 Pengkajian
4.1.1 Identitas Pasien
Biodata anak terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis, alamat. Kwashiorkor paling seringnya pada usia antara 1 – 4 tahun, namun dapat pula terjadi pada bayi.

4.1.2 Riwayat sakit dan Kesehatan
1.  Keluhan utama:
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2.  Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan kwashiorkor biasanya mengalami gangguan pertumbuhan (BB < 80% dari BB normal seusianya), bengkak, serta mengalami keterbelakangan mental yaitu apatis dan rewel.  Pada anak kwarshiorkor juga mengalami penurunan nafsu makan ringan sampai berat.
3. Riwayat Peri natal
a.    Tahap Prenatal:
Hal yang dikaji adalah terkait asupan nutrisi pada ibu selama kehamilan. Kekurangan nutrisi pada ibu selama kehamilan jugan memungkinkan anak juga akan mengalami malnutrisi. Setelah itu, infeksi yang mungkin dapat timbul pada ibu dan menyalur ke anak dan menjadi infeksi kronis bagi anak.
b.    Tahap Intranatal:
Hal yang dikaji adalah proses selama persalinan. Bayi mungkin dapat lahir dengan berat badan rendah, dan karena pengetahuan ibu yang kurang sehingga kwarshiorkor dapat timbul saat bayi.
c.     Tahap Post natal
Hal yang dikaji adalah asupan nutrisi seperti pemberian ASI eksklusif dan pemberian nutrisi setelah asi eksklusif. Beberapa ibu terkadang tidak memberikan asi eksklsif pada bayinya setelah melahirkan. Hal ini beresiko anak mengalami malnutrisi.
4. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya kwarshiorkor. Namun, sebagian besar tidak ada pengaruh genetik yang dapat menyebabkan kwarshiorkor. Penyebab kwarshiorkor dikaitkan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat.
5. Pengkajian Psikososial :
Ibu dengan anak yang menderita kwarshiorkor dapat mengalami cemas dikarenakan penurunan berat badan anak, penurunan nafsu makan serta anak yang sering rewel.
6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas:
Lingkungan yang buruk, dapat memicu timbulnya infeksi. Anak dapat terkena kwarshiorkor dikarenakan infeksi yang kronik misalnya diare yang membuatnya mengalami gangguan penyerapan protein.
7. Riwayat nutrisi :
Anak dengan kwarshiorkor akan mengalami malnutrisi terutama defisiensi protein. Ana juga kekurangan asupan karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral penting yang diperlukan tubuh. Vitamin yang kurang diantaranya pembentuk darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6) dan vitamin A yang penting untuk pertumbuhan mata.
8. Riwayat pertumbuhan perkembangan :
a)    Anak yang menderita kwarshiorkor mengalami keterlambatn pertumubuhan akibat defisiensi protein dan gangguan penglihatan
b)   Kecerdasan anak dengan kwarshiorkor juga akan menurun akibat keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan
c)    Anak CP yang mengalami gangguan anoreksia dapat memperberat gangguan nutrisi sehingga intake nutrisi semakin berkurang

4.1.3 Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon:
1.    Persepsi kesehatan dan Pola manajemen
Orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya mengalami gangguan malnutrisi atau kwarshiorkor namun tidak mengetahui perawatan pada anak dan bagaiamana mengasuh anak yang menderita kwarshiorkor.
2.    Pola nutrisi dan metabolisme
Anak dengan kwarshiorkor akan mengalami defisiensi nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral yang penting untuk tubuh.metabolisme akan terganggu akibat zat – zat yang tidak tersedia, contohnya adalah pembesaran hati karena kekurangan asam amino.
3.    Pola eliminasi
Pasien dapat memiliki gangguan gastointestinal seperti diare dan anoreksia. Diare dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu infeksi dapa saluran cerna, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak
4.    Pola aktivitas dan latihan
Anak akan mengalami gangguan aktivitas akibatstatus mental yang apatis dan rewel. Aktifitas jugan akan terganggu akibat udem yang ada pada ekstremitas, serta penurunan fungsi otot.
5.    Pola istirahat dan tidur
Anak akan mengalami gangguan tidur akibat edema.
6.    Pola persepsi dan kognitif
Anak akan mengalami gangguan kgonitif akibat asupan nutrisi yang kurang, keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan serta gangguan penglihatan akibat defisiensi vitamin A.
7.    Pola konsep diri
Anak akan merasa malu untuk berkomunikasi dengan dunia luar akibat gangguan penglihatan dan ketidaknormalan tubunhnya.
8.     Pola peran dan hubungan
Hubungan sosial anak dengan dunia luar akan terhambat akibat keterbelakangan mental dan gangguan pertumbuhan yang dirasakan.
9.    Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien tidak mengalami kelainan apapun.
10.     Pola keyakinan dan nilai
Keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien

4.1.4  Pemeriksaan Fisik
a.    Penampilan Umum
     Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema. Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif.
b.    Pengukuran Antopometri
     Berat badan menurut usia < 80 % dari berat badan normal usianya. LLA (Lingkar Lengan Atas)  <14cm
c.    Otot
     Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah terus-menerus, tidak mampu berjalan dengan baik.
d.   Kontrol Sistem Saraf
          Kurang perhatian, iritabilitas, bingung.
e.    Sistem gastrointestinal
Terjadi anoreksia, diare tampak pada sebagian besar penderita.
f.     Sistem kardiovaskular
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan hipomagnesemia.
g.    Rambut
     Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut tanpa rasa sakit, warna menjadi kemerahan. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
h.    Kulit
     Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Perubahan kulit lain pun dapat ditemui, seperti kulit yang keringdengan garis kulit yang mendalam. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut ditemui petehia tanpa trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.
i.      Gigi
          Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
j.      Tulang
     Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan.
k.    Edema
     Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
l.      Hati
     Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadang batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba.
m.Kelainan Darah dan Sumsum Tulang
     Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen.
n.    Pankreas dan Kelenjar Lain
     Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan usus halus terjadi perlemakan.

4.1.5  Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan  terutama jenis normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru. Selain itu juga ditemukan:
a.    Penurunan kadar albumin (Kadar Albumin normal : 3.5-5.0 g/dl)
b.    Penurunan kadar kreatinin
c.    Kurangnya kadar kalsium,  kalium dan magnesium
d.   Penurunan kolesterol  (Kadar Kolesterol normal : < 200 mg/dl)
e.    Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan tetapi tidak sebanyak menurunnya albumin serum, hingga pada kwashiorkor terdapat rasio albumin/globulin yang biasanya 2 menjadi lebih rendah, bahkan pada kwashiorkor yang berat ditemukan rasio yang terbalik (Kadar globulin normal: 2.0- 3.5 g/dl)
f.     Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam amino non essiensial.
g.    Kadar amylase, esterase, kolinasterase, transaminase, lipase dan alkali fostase menurun
h.    Anemia


4.2 Analisa Data
No.
Data
Masalah Keperawatan
1.      
Anak dengan kwashiorkor dalam asupan kalori dan protein tidak adekuat. Umumnya kandungan karbohidrat pada makanan yang dikonsumsi anak tinggi, namun mutu dan kandungan proteinnya rendah. Berat dan tinggi badan anak kwashirkor akan berbeda dengan anak sehat.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
2.      
Anak dengan kwashiorkor mengalami anoreksia dan diare sehingga nutrisi dalam tubuh kurang dari kebutuhan tubuh. Faktor yang paling mungkin adalah menyusui ketika ASI digantikan oleh makanan pengganti ASI yang tidak adekuat atau tidak seimbang (kurang protein).
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.      
Anak dengan kwashiorkor mengalami intake cairan yang tidak adekuat. Hal ini dikarenakan penyerapan tidak berjalan dengan baik, terutama penyerapan protein.
Gangguan kekurangan cairan
4.      
Anak dengan kwashiorkor mengalami perubahan dalam penerimaan sensori di mata karena defisiensi vitamin A.
Gangguan persepsi sensori (penglihatan)
5.      
Anak dengan kwashiorkor mengalami gangguan nutrisi dan status metabolik. Kulit biasanya kering dengan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar serta crazy pavement dermatosis.
Gangguan integritas kulit
6.      
Anak dengan kwashiorkor mengalami penurunan asupan kalsium sehingga mengalami kelemahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Intoleransi aktivitas
7.      
Anak dengan kwashiorkor mengalami penurunan asupan kalsium sehingga terjadi caries pada gigi.
Kerusakan gigi
8.      
Anak dengan kwashiorkor mengalami inflamasi GI dan malabsorbsi dalam menyerap protein. Hal ini dikarenakan infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak.
Diare
9.      
Anak dengan kwashiorkor mengalami perubahan mental dan anoreksia.
Ansietas
10.  
Anak dengan kwashiorkor memiliki daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah terserang infeksi, baik bakteri maupun virus. Infeksi dapat memperburuk keadaan gizi anak dan MEP akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Anak akan udah terserang infeksi seperti ISPA, TBC, polio, dan lain-lain.
Resiko infeksi
11.  
Orang tua anak dengan kwashiorkor umumnya memiliki pengetahuan yang terbatas tentang asupan kebutuhan nutrisi yang tepat bagi anak sehingga menyebabkan keseimbangan nutrisi anak tidak terkontrol dengan baik. Selain itu, keluarga tertentu memiliki beberapa pantangan dalam mengkonsumsi makanan tertentu yang sebenarnya bermanfaat bagi anak.
Kurang pengetahuan


4.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1.         Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
2.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
3.         Gangguan kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
4.         Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan defisiensi vitamin A.
5.         Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.
6.         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan faktor sekunder akibat malnutrisi.
7.         Kerusakan gigi berhubungan dengan penurunan asupan kalsium.
8.         Diare berhubungan dengan inflamasi GI, malabsorbsi lemak.
9.         Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit.
10.     Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh rendah.
11.     Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi.



4.4 Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/ kriteria hasil
Perencanaan/ Intervensi
Rasional
1
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu bertumbuh dan berkembang sesuai usianya.
1.       Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai uisa anak.
2.      Kaji keadaan fisik kemampuan anak.

3.      Lakukan pemberian makanan/minuman sesuai terapi diit pemulihan.


4.      Lakukan program antropometrik secara berkala.
5.      Lakukan stimulasi tingkat perkembanngan sesuai dengan usia klien.

6.      Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembanagan (puskesmas/posyandu)
1.      Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatann pertumbuhan dan perkembangan anak.

2.      Untuk mengetahui pertumbuhan fisik dan tugas perkembangan anak yang belum tercapai sesuai umur.
3.       Diit khusus untuk pemulihan nutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi system pencernaan.
4.      Untuk menilai perkembangan masalah klien.
5.      Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa, dan personal/social.
6.      Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.
2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, kebetuhan nutrisi pasien adekuat.  
1.      Kaji antropometri.


2.      Kaji pola makan klien.

3.      Berikan intake makan tinggi potein, kalori, mineral, dan vitamin.
4.      Timbang berat badan.

5.      Tingkat pemberian ASI dengan pemasukan nutrisi yang adekuat pada ibu

6.      Kolaborasi dengan ahli gizi.
1.    Untuk menentukan berat badan, osteometri dan resiko berat berlemak, kurus.
2.    Untuk mengetahui kebiasaan makan klien.
3.    Untuk mempertahankan berat badan, kebutuhan memenuhi metabolik dan meningkatkan penyembuhan
4.    Untuk menentukan diet dan menetahui keefektifan terapi.
5.    Pemberian ASI yang adekuat mempengaruhi kebutuhan nutrisi si anak dan pemasukan nutrisi pada ibu dapat meningkatkan produksi ASI si ibu.
6.    Untuk merencanakan masukan nutrisi dan cairan.
3
Gangguan kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.

1.      Pantau Tanda-tanda vital.

2.      Ukur intake dan output.

3.      Kaji terjadinya kulit kering, membran mukosa kering dan pengisian kapiler.

4.      Pantau adanya edema.



5.      Berikan cairan yang adekuat sesuai dengan kondisi.
6.      Kolaborasikan untuk adanya pemberian cairan parental.
1.      Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2.      Untuk mengetahui status keseimbangan cairan.
3.      Menunjukkan kehilangan cairan berlebih.


4.      Edema dapat terjadi karena perpindahan cairan dan berkenaan dengan penurunan kadar albunim serum / protein.
5.      Untuk meminimalkan terjadinya dehidrasi.
6.      Untuk mempertahankan keseimbangan cairan elektrolit
4
Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan defisiensi vitamin A.

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak terjadi gangguan persepsi sensori (penglihatan)
1.      Kaji ketajaman pengelihatan.



2.      Dorong agar pasien mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan kehilangan pengelihatan.



3.      Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan pengelihatan, contoh : kurangi kekacauan, atur prabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah pengelihatan malam.
4.      Kolaborasikan untuk dilakukan Test adaptasi gelap.

5.      Lakukan kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi, pemberian vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000-75.000 IU/kgBB tidak lebih dari 400.000-500.000 IU.
6.      Lakukan kolaborasi untuk pengobatan kelainan pada mata
Stadiu
1.      Untuk mengetahui ketajaman pengelihatan klien dan sumber pengelihatan menurut ukuran yang baku.
2.      Pada saat intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan kehilangan pengelihatan sebagian atau total, meskipun kehilangan pengelihatan telah terjadi tidak dapat diperbaiki meskipun dengan pengobatan kehilangan lanjut dapat dicegah.
3.      Untuk menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang atau kehilangan pengelihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.


4.      Untuk mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas dari fungsi pengelihatan klien.
5.      Pemberian vitamin A dosis terapeutik dapat mengatasi gangguan pengelihatan secara teratur dapat mengembalikan pengelihatan pada mata.



6.      Untuk mengembelikan ke fungsi pengelihatan yang beik da mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.
5
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak terjadi gangguan integritas kulit pada pasien
1.      Obervasi adanya kemerahan, pucat, ekskoriasi.

2.      Gunakan krim kulit 2 kali sehari setelah mandi, pijat kulit, khususnya di daerah di atas penonjolan tulang.
3.      Lakukan perubahan posisi sering.

4.      Tekankan pentingnya masukan nutrisi/cairan adekuat.
1.    Area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan dan perawatan lebih intensif
2.    Melicinkan kulit dan menurunkan gatal. Pemijatan sirkulasi pada kulit, dapat meningkatkan tonus kulit.

3.    Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama pada jaringan.
4.    Perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit.
6
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan faktor sekunder akibat malnutrisi.

Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS. Kriteria hasil klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien.
1.      Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas.
2.      Tingkatkan istirahat (di tempat tidur) dan batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
3.      Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas.

4.      Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas.
5.      Fasilitasi klien memilih aktivitas yang mampu dilakukan secara mandiri dan aktivitas yang memerlukan bantuan dari orang lain.
1.       Mengetahui kondisi terkini pasien sebelum dan setelah melakukan aktivitas.
2.       Menurunkan kinerja metabolise tubuh dan mengurangi penggunaan energi.


3.      Meningkatkan pengetahuan pasien dalam perubahan bertahapa pada tingkatan aktivitas.
4.      Mengetahui gangguan yang terjadi akibat pasien tidak toleran pada suatu aktivitas.
5.      Meningkatkan kemampuan klien dalam beraktivitas secara bertahap dan mengurangi resiko kecelakaan dari intoleransi aktivitas.
7
Kerusakan gigi berhubungan dengan penurunan asupan kalsium.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan gigi berkurang teratasi, dengan kriteria hasil kondisi gigi pasien mulai membaik dan caries gigi berkurang.
1.      Kaji kondisi umum gigi klien.

2.      Anjurkan klien gosok gigi 2x sehari.
3.      Meningkatkan asupan kalsium klien untuk mengurangi caries gigi.

4.      Informasikan kepada pasien pentingnya asupan kalsium bagi tulang dan gigi.
1.      Mengetahui kondisi umum gigi klien yang mengalami caries gigi.
2.      Menjaga kebersihan mulut dan gigi untuk mengurangi pengeroposan gigi.
3.      Kalsium merupakan bagian penting yang ada digigi dan jika tubuh kekurangan kalsium maka tubuh akan mengambil kalsium dari gigi.
4.      Meningkatkan pengetahuan pasien mengenai pentingnya kalsium.
8
Diare berhubungan dengan inflamasi GI, malabsorbsi lemak.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan diare teratasi, dengan Kriteria Hasil:
1.       Fungsi usus stabil.
2.       BAB anak berkurang dan konsistensi normal.
3.       Tanda-tanda vital dalam keadaan normal.
1.      Observasi tanda-tanda vital klien.
2.      Observasi adanya demam, takikardi, ansietas dan kelemahan.
3.      Observasi dan catat frekuensi BAB, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus.
4.      Berikan masukan makanan dan cairan per oral secara bertahap .


5.      Elaborasi dengan tim kesehatan lain terkait pemberian antibiotik (sesuai indikasi).
1.      Mengetahui keadaan umum pasien.

2.      Tanda terjadinya perforasi atau toksik megakolon.

3.      Mengetahui keadaan klien dan membantu membedakan kondisi dan keparahan penyakit.
4.      Bertahap dapat memberikan periode istirahat pada kolon, sedangkan pemasukan kembali mencegah kram dan diare.
5.      Mengobati infeksi supuratif lokal.
9
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tingkat kecemasan pasien menurun. Kriteria hasil:
1.    Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan.
2.    Berpartisipasidalam program perawatan.
1.      Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi.

2.      Ajarkan teknik relaksasi: nafas dalam untuk mengurangi kecemasan pasien

3.      Informasikan kondisi pasien dan kondisi penyakit yang dialami.


4.      Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase
1.    Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
2.    Untuk membantu pasien memperoleh kenyamanan .


3.    Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan mengurangi tingkat kecemasan pasien.
4.    Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius dan mengurangi kecemasan pasien
10
Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh rendah.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan resiko infeksi berkurang.
Pasien akan menunjukkan bebas tanda infeksi/inflamasi, drainase purulen,eritema dan edema
1.      Awasi TTV. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatkan nyeri abdomen.
2.      Lakukan pencucian tangan yang benar dalam perawatan pasien.
3.      Berikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien atau orang terdekat.
4.      Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

1.      Dugaan adanya infeksi.



2.      Menurunkan resiko penyebaran bakteri.


3.      Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosional, membantu menurunkan ansietas.
4.      Mencegah dan menurunkan penyebaran bakteri di rongga abdomen.
11
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam pengetahuan klien adekuat
kriteria Hasil:
klien memahami informasi terkait penyakit kwarsiokor
adanya perubahan perilaku dan berpartisipasi pada program perawatan
identifikasi dangunakan sumber informasi yang tepat terkait penyakit
1.    Memvalidasi tingkat saat ini pemahaman, mengidentifikasi pembelajaran kebutuhan, dan menyediakan basis pengetahuan dari mana klien dapat membuat keputusan
2.    Membantu identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahpahaman,dan kesenjangan dalam pengetahuan tentang kwarsiokor
3.    Tentukan persepsi klien tentang perawatan kwarsiokor
4.    Tanyakan tentang sendiri atau sebelumnya pengalaman klien atau pengalaman dengan orang lain yang memiliki riwayat kwarsiokor .
5.    Memberikan informasi yang jelas dan akurat secara faktual.
6.    Menyediakan bahan-bahan tertulis tentang kwarsiokor, pengobatan, dan tersediasistem pendukung.
1.    Mengidentifikasi pengetahuan pasein, sehingga dapat meberikan pendidikan kesehatan yang tepat.


2.    Memudahkan pendidikan yang diberikan oleh perawat.


3.    Persepsi klien mempengaruhi proses perawatan anak.
4.    Pengalaman membantu proses adaptasi klien



5.    Meningkatkan pengetahuan klien

6.    Media membantu meningkatkan pengetahuan klien.





4.5    Implementasi
No
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
1
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.

1.      Telah diajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai uisa anak.
2.      Telah dikaji keadaan fisik kemampuan anak.
3.      Telah dilakukan pemberian makanan/minuman sesuai terapi diit pemulihan.
4.      Telah dilakukan program antropometrik secara berkala.
5.      Telah dilakukan stimulasi tingkat perkembanngan sesuai dengan usia klien.
6.      Telah dilakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembanagan (puskesmas/posyandu)
2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.

1.      Telah dikaji antropometri.
2.      Telah dikaji pola makan klien.
3.      Telah diberikan intake makan tinggi potein, kalori, mineral, dan vitamin.
4.      Telah ditimbang berat badan.
5.      Telah ditingkatkan pemberian ASI dengan pemasukan nutrisi yang adekuat pada ibu
6.      Telah dikolaborasikan dengan ahli gizi.
3
Gangguan kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.

1.      Telah dipantau Tanda-tanda vital.
2.      Telah diukur intake dan output.
3.      Telah dikaji terjadinya kulit kering, membran mukosa kering dan pengisian kapiler.
4.      Telah dipantau adanya edema.
5.      Telah diberikan cairan yang adekuat sesuai dengan kondisi.
6.      Telah dikolaborasikan untuk adanya pemberian cairan parental.
4
Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan defisiensi vitamin A.

1.      Telah dikaji ketajaman pengelihatan.
2.      Telah didorong agar pasien mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan kehilangan pengelihatan.
3.      Telah dilakukan tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan pengelihatan, contoh : kurangi kekacauan, atur prabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah pengelihatan malam.
4.      Telah dikolaborasikan untuk dilakukan Test adaptasi gelap.
5.      Telah dilakukan kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi, pemberian vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000-75.000 IU/kgBB tidak lebih dari 400.000-500.000 IU.
6.      Telah dilakukan kolaborasi untuk pengobatan kelainan pada mata

5
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.

1.        Telah diobervasi adanya kemerahan, pucat, ekskoriasi.
2.        Telah digunakan krim kulit 2 kali sehari setelah mandi, pijat kulit, khususnya di daerah di atas penonjolan tulang.
3.        Telah dilakukan perubahan posisi sering.
4.        Telah ditekankan pentingnya masukan nutrisi/cairan adekuat.
6
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan faktor sekunder akibat malnutrisi.

1.      Telah dicatat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas.
2.      Telah dilakukan peningkatkan istirahat (di tempat tidur) dan membatasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
3.      Telah dijelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas.
4.      Telah dikaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas.
5.      Telah difasilitasi klien memilih aktivitas yang mampu dilakukan secara mandiri dan aktivitas yang memerlukan bantuan dari orang lain.
7
Kerusakan gigi berhubungan dengan penurunan asupan kalsium.
1.      Telah dikaji kondisi umum gigi klien.
2.      Telah dianjurkan klien gosok gigi 2x sehari.
3.      Telah meningkatkan asupan kalsium klien untuk mengurangi caries gigi.
4.      Telahdiinformasikan kepada pasien pentingnya asupan kalsium bagi tulang dan gigi.
8
Diare berhubungan dengan inflamasi GI, malabsorbsi lemak.

1.      Telah diobservasi tanda-tanda vital klien.
2.      Telah diobservasi adanya demam, takikardi, ansietas dan kelemahan.
3.      Telah diobservasi dan catat frekuensi BAB, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus
4.      Telah diberikan masukan makanan dan cairan per oral secara bertahap .
Telah berelaborasi dengan tim kesehatan lain terkait pemberian antibiotik (sesuai indikasi).
9
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit.

1.      Telah dikaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi.
2.      Telah diajarkan teknik relaksasi: nafas dalam untuk mengurangi kecemasan pasien
5.      Telah diinformasikan kondisi pasien dan kondisi penyakit yang dialami.
6.      Telah didentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase
10
Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh rendah.

1.      Telah diawasi TTV. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatkan nyeri abdomen.
2.      Telah dilakukan pencucian tangan yang benar dalam perawatan pasien.
3.      Telah diberikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien atau orang terdekat.
4.      Telah dikolaborasikan pemberian antibiotik sesuai indikasi.
11
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi.

1.      Telah memvalidasi tingkat saat ini pemahaman, mengidentifikasi pembelajaran kebutuhan, dan menyediakan basis pengetahuan dari mana klien dapat membuat keputusan
2.      Telah membantu identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahpahaman,dan kesenjangan dalam pengetahuan tentang kwarsiokor
3.      Telah menentukan persepsi klien tentang perawatan kwarsiokor
4.      Telah menanyakan tentang sendiri atau sebelumnya pengalaman klien atau pengalaman dengan orang lain yang memiliki riwayat kwarsiokor .
5.      Telah memberikan informasi yang jelas dan akurat secara faktual.
6.      Telah menyediakan bahan-bahan tertulis tentang kwarsiokor, pengobatan, dan tersedia sistem pendukung.


4.6    Evaluasi
No
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
1
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.

S: Keluarga pasien mengatakan “sus, anak saya sudah bisa berhitung”
O: Anak mampu menebak gambar
A: Tujuan tercapai
P: Hentikan tindakan keperawatan
2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.

S: Keluarga pasien mengatakan “sus, anak saya sudah menghabiskan porsi makannya”
O: BB pasien bertambah
A: Tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan
3
Gangguan kekurangan cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.

S: Keluarga pasien mengatakan “sus, anak saya mampu menghabiskan 8 gelas air sehari”
O: Anak terlihat tidak pucat
A: tujuan telah tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan.
4
Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan defisiensi vitamin A.

S: pasien mengatakan “sus, anak saya sudah bisa melihat dengan jelas jarak jauh”
O: Hasil Test menunjukkan ketajaman penglihatan pasien meningkat
A: tujuan telah tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan
5
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.

S: pasien mengatakan “sus, anak saya sudah tidak gatal-gatal lagi”
O: Tidak terjadi abnormalitas pada kulit
A:tujuan telah tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan
6
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan faktor sekunder akibat malnutrisi.

S: klien mengatakan bahwa kondisi mulai membaik dan tidak merasa lemah.
O: klien terlihat mulai mampu beraktivitas secara normal
A: Masalah intoleransi teratasi sebagian
P: tindakan di lanjutkan.
7
Kerusakan gigi berhubungan dengan penurunan asupan kalsium.

S: klien mengatakan kondisi giginya mulai membaik
O: caries pada gigi klien berkurang.
A: masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
8
Diare berhubungan dengan inflamasi GI, malabsorbsi lemak.

S: klien mengatakan bahwa diare berkurang
O: BAB klien normal (<3x/hari)
A: Masalah diare teratasi.
P: tindakan dihentikan.
9
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit.

S: Pasien mengatakan sudah merasa lebih tenang
O: Raut muka pasien tenang dan pasien mampu menjelaskan kondisi mengenai dirinya.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan.
10
Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh rendah.

S: Klien mengatakan tidak merasa nyerinya sudah hilang.
O: terlihat raut muka pasien tidak merintih menahan nyeri.
A: Masalah Resiko infeksi teratasi
P: tindakan dihentikan
11
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan nutrisi.

S: Klien mengatakan ”setelah perawat memberikan penyuluhan saya jadi tahu penyakit yang saya alami dan caraperawatannya”
O: Terlihat klien sudah mulai mengkonsumsi makanan yang bernutrisi.
A: Masalah kurang pengetahuan teratasi
P: tindakan dihentikan




 


BAB 5. PENUTUP


5.1 Kesimpulan
Kwashiorkor adalah sindrom klnis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori tidak cukup. Akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti tinggi dan berat bedan tidak sesuai dengan anak seusianya dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik.Kwashiorkor paling sering terjadi di negara yang belum berkembang atau masih dalam garis kemiskinan.Biasanya, kwashiorkor ini lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan sampai tiga tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu berlangsung masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan.


5.2 Saran
Perawat harus mengetahui tanda dan gejala, komplikasi, pengobatan serta asuhan keperawatan terhadap pasien yang menderita kwarshiorkor. Hal ini sangat penting untuk diketahui oleh perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan. Karena jika nantinya salah dalam memberi penanganan, pasien akan mengalami beberapa perubahan, diantaranya perubahan mental.









DAFTAR PUSTAKA


Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Behrman, et all. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 1. E/15. Alih bahasa oleh Wahab. Jakarta: EGC.

Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen. Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC.

Dongoes, M.E., Mary F.M., dan Alice C. G. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Gupte, Suraj. 2004. Panduan Perawatan Anak. Pustaka Populer Obor: Jakarta.

Kee, Joyce LeFever. 1997. Buku saku pemeriksaan laboratorium dan diagnostik dengan implikasi keperawatan. Alih bahasa Easter Nurses. Editor Monica Ester. Jakarta: EGC.

Mitchell, Richard N, dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. EGC: Jakarta.

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-1014. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan,Edisi Empat. Vol.1. Jakarta:EGC.

Schwartz, M. William. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. EGC: Jakarta.

Wong, Donna, L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi Enam. Vol.1. Jakarta: EGC.